Rabu, 18 Februari 2009

Problematika Kaum Muda :MENGAPA KAUM MUDA IDENTIK DENGAN PERUBAHAN ?

Sejatinya, kaum muda adalah yang memasuki usia produktif dan matang baik secara fisik, mental maupun intelektualnya. Meskipun begitu, belum dirumuskan secara pasti, apakah kaum muda didasarkan pada usia atau nilai interestick jiwanya, sering kali pengertiannya ditentukan oleh nilai nilai tradisi suatu masyarakat.

Misalnya saja masyarakat Jawa, menentukan seorang pria dibagi kedalam empat tahap yakni, masa kanak-kanak, muda, dewasa dan usia lanjut. Disebut muda, apabila seorang sudah melaksankan ritual khitanan. Sedang nilai interiksinya, dapat dilihat pada seseorang yang tetap menjaga semangat problestif meski usia sudah tidak muda lagi.

Identitas muda, mereka memiliki kelebihan motivasi yang sarat dengan energi mengubah sesuatu, strategi perjuangannyapun tergantung dengan dengan masanya yang memiliki kondisi yang berbeda.

Strategi perjuangan yang efektif adalah, perlawanan secara fisik dan secara intelektual, karena, sejarah telah membuktikan strategi yang hanya mengandalkan kekuatan fisik tidak akan efektif untuk mencapai suatu sasaran demikian pula sebaliknya, perjuangan intelektual semasa tidak menumbuhkan semangat perlawanan yang sesungguhnya.

Dimasa di pasca Kemerdekaan, tantangannya berubah tidak lagi kolonialisme. Dalam bentuk fisik tantangan yang dihadapi kaum muda adalah mengisi kemerdekaan dengan agenda pembangunan bangsa yang begitu rumit. Strategi yang paling efektif, dengan memenangkan kosep yang menata masa depan bangsa. Caranya, dapat dengan pengembangan kepribadian kaum muda yang kaya akan visi membangun bangsa, sehingga terciptalah solidaritas kebangsaan dikalangan generasi muda.

Persoalannya, sebagai kelompok politik, solidaritas kaum muda belum terbentuk dan mereka hanya ditempatkan hanya sebagai kelompok sosial yang tidak memiliki kekuatan politik untuk mengubah sesuatu. Kita bisa lihat, hingga sekarang kaum muda tidak dilibatkan dalam regenerasi kepimpinan bangsa ini, kepimpinan nasional masih didominasi oleh kalangan tua, kalangan yang belum sepenuhnya mempercayai kemampuan kaum muda untuk memegang tampuk kepimpinan. Akibatnya, dapat diterka dalam sirkulasi pergantian elit kepimpinan berjalan sangat lambat.

Idealnya, pemberdayaan harus ditingkatkan agar percepatan sirkulasi kepimpinan dapat segera dijalankan. Pada beberapa kesempatan seperti, Menteri Pemuda dan Olahraga, Adyaksa Daud, menyampaikan gagasan untuk mempercepat sirkulasi elit salah satunya, kementrian yang dipimpinnya sedang menyiapkan Draf undang undang kepemudaan. Draf ini dianggapnya mampu mengantar mekanisme pemberdayaan pemuda yang lebih terarah untuk mempercepat sirkulasi elit kepimpinan nasional.

Sedangkan tujuan dari Draf tersebut, sangatlah mulia karena akan menjadi landasan hukum dalam pembinaan kaum muda. Masalahnya, upaya ini seperti terkesan menunggu tidak proaktif untuk berubah, yang dibutuhkan adalah kesigapan langkah untuk mengevaluasi kebijakan Internasional agar lebih taktis misalnya, melalui program program khusus, pembinaan dan peningkatan jiwa keprofesionalisme.

Meskipun begitu, persolaan utama pembinaan kaum muda justeru terletak pada diri sendiri. Buktinya, saat ini berkembangnya krisis moral dan penyakit sosial yang sedang melanda kaum muda. Buktinya, kaum muda menikmati kebebasan yang bergaya hidup konsumtif dan uang dijadikan ukuran bagi segalanya.

Gaya hidup Model, Selebritis dan Pengusaha sukses menjadi trend inspirasi. Meskipun kaum muda belum mempunyai kemampuan dan kapasitas pendukung untuk mencapai mimpi tersebut, dan akibatnya muncul depresi di kalangan muda. Dan kondisi seperti ini, semakin memicu merebaknya berbagai tindakan kriminal dan penyimpangan sosial dikalangan kaum muda.

Generasi muda gagal mencari panutan para tokoh masyarakat senior mengingat, banyak kisah yang tidak sedap tentang perilaku korupsi, egois, mementingkan diri atau kelompoknya yang ditujukan para politisi senior.

Persoalan profesionalisme generasi muda juga patut dipertanyakan, karena meskipun dalam konteck politik, peranannya cenderung dipinggirkan. Namun, efouria berpolitik dikalangan muda semakin tinggi. Fenomena maraknya kesiapan kaum muda berpolitik menjelang Pemilu 2009, patut diacungi jempol meski hal tersebut sesungguhnya bukanlah suatu jalan keluar. Mengapa ?, karena kita seolah terbiasa bermain-main dengan regenerasi. Buktinya dari awal masa reformasi hingga sekarang, yang kita saksikan adalah problem krisis generasi.

Dalam pemilu 2009 kita tidak banyak berharap karena seperti biasanya kaum muda hanya bermain dipinggiran saja. Yang perlu dicatat, generasi elit politik senior yang berwajah sekarang ini merupakan tokoh tokoh yang diusahakan diera Orde Baru terlebih struktur kekuasaan masih berada ditangan mereka.

Jadi, terdapat kesamaan visi dalam mengartikan kata perubahan yang dimotori oleh kaum muda, Betul . . !, akibat desakan gerakan reformasi, kaum tua bersikap pro terhadap perubahan namun mereka cenderung takut mengimplementasikannya, kalaupun ada, sifatnya hanya konservatif sehingga memberi peluang kembalinya kemampanan cara berfikir serta kelembagaan yang kaku. Elit muda yang terlahir setelah reformasi, sangat terbatas dalam kapsitas menduduki jabatan lembaga negara hanya sebagian kecil.

Hal lain dalam berefouria berpolitik dikalangan muda, meskipun posisi mereka hanya dipinggir tetapi hasrat berpolitiknya tetap tinggi. Akibatnya, banyaknya kaum muda yang berbondong - bondong menjadi pemain politik dan meninggalkan ladang garapan lain. Misalnya, ladang kewirausahaan yang sejatinya keprofsionalitasannya dapat dipupuk dari sektor ini, jika mereka sukses sebagai wira usahawan sebetulnya panggilan berpolitik tinggal menunggu momentum saja.

Untuk berkiprah didunia politik, kalau profesionalnya tidak tersentuh akan menjadi pemimpin politik mereka malah tidak dapat berbuat banyak untuk membangun rakyat, kareana gagal disegala profesi.

Tidak ada komentar: