Sabtu, 24 Mei 2008

GREGET PEMUDA

Oleh Rustomo Negara kita sebagai Negara kebangsaan dan Negara persatuan. Untuk itu, tinggalkan kekerasan, karena jalan kekerasan itu adalah jalan tanpa ujung, kebencian takakan pernah berahkir kalau dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian akan berahkir kalau kebencian itu dibalas dengan saling cinta kasih dan saling pengertian.

Hal tersebut diatas, merupakan hukum yang kekal abadi. Yang terbaik adalah kembali merajut nilai nilai luhur bangsa yang ditandai dengan sikap saling toleran, ramah, gotong royong, tolong-menolong terpatri dalam nilai nilai manusiawi dan solidaritas dan nasionalisme bangsa.

Pemuda perlu menggelorakan nilai nilai nasionalisme bangsa yang sejati yang berwawasan kebangsaan yang timbul karena kesadaran dan kemauan luhur, bukan karena paksaan suku, agama, ras, dan antar golongan dan bersepakat untuk hidup dan berkarya bersama dalam ikatan persatuan bangsa.

Sebagaimana telah diamanatkan dalam kebangkitan nasional 1908,Sumpah Pemuda 1928 dan kemudian pada Proklamasi tahun 1945. Sejak awal bangsa ini telah diingatkan oleh leluhur, Negara persatuan berada diatas segala paham serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dominasi dan diskriminasi dari golongan atau kelompok tertentu akan melukai bahkan akan membahayakan persatuan itu sendiri.
Hukum alam telah mengajarkan, ”siapa menabur angin akan menunai badai dan sebaliknya siapayang mencari perdamaian iapun akan mendapatkan cuaca kebeasan”.

Perdamaian hanya bisa dicapai dengan rasa saling pengertian. Indonesia besar bukan karena persamaannya namun justeru kaena perbedaannya. Hal semacam inilah yang membesarkan Indonesia yang menjadikan Taman sari yang penuh dengan mozaik indah Bhineka Tunggal Ika dan Zamrud Khatulistiwa.

Pemuda Indonesia harus bercermin untuk dapat berkarya dan berbakti kepada nusa dan bangsa melebihi apa yang telah diperbuat oleh generasi pemuda sebelumnya. Pemuda Indonesia harus merupakan dari bagian solusi bukan merupakan bagian dari masalah bangsa ini, Pemuda harus merasa menjadi asset dan kekuatan pembangunan bukan merupakan beban dari pembangunan itu sendiri.

Kondisi ekonomi saat ini, penuh dengan tantangan dan tidak bisa dihindari dari pengaruh global dengan melonjaknya harga BBM, hal ini pemuda harus harus bisa menyikapi dengan arif dan bijaksana. Pemuda Indonesia harus berfikir realistis ke depan bukan sesaat.

Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM sudah menjadi solusi yang terbaik diantara yang terjelek untuk bangsa ini, maka tidak ada alasan pemuda pemuda Indonesia untuk memahami kebijakan pemerintah tersebut.

Seluruh elemen pemuda harus berperan untuk membantu pemerintah dalam menghadapi situasi ekonomi bangsa. Pemuda Indonesia harus berbuat, bukan sekedar berani mengkritik dan mencerca. Meskipun kebijakan pemerintah ini tidak sesuai dengan harapan masyarakat, tetapi harus diyakini bahwa tidak ada pemerintah yang ingin memberikan sesuatu yang terjelek untuk rakyat dan bangsanya.

Masa lalu kita jadikan pengalaman yang berharga, masa kini kita jadikan acuan dan masa depan bangsa berada ditangan pemuda. Untuk menatap masa depan, harus memberikan sebuah karya dan pengabdian. Ditengah tengah pergeseran kebutuhan hiruk pikuk globalisasi dan tuntutan reformasi, sebagai bagian dari bangsa, mari seluruh pemuda pemudi Indonesia untuk menyelamatkan kepentingan nasional kita.

Seluruh Pemuda Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, Pulau We sampai Pulau Rote, tunjukan idialisme, tujukan nasionalisme, tujukan kemampuanmu dan karya nyatamu untuk kejayaan ibu pertiwi.

Pancasila Mewujudkan Lintas Kerukunan


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam agama, Suku,dan bahasa. Kemajemukan semacam ini, yang ditandai dengan keanekaragaman agama,suku, dan bahasa itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas agama, suku, dan bahasa masing- masing sangat berpotensi pada konflik terutama pada agama.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat yang sejati di bumi Pertiwi ini, harus tercipta satu format hidup bernegara serta berbangsa yang mengikat semua anggota kelompok sosial yang berbeda agama, suku serta bahasa guna menghindari ledakan konflik antar rakyat terutama pada sektor umat beragama yang terjadi spontan yang berakibat sporadisme.

Pancasila sebagai dasar falsafah negara merupakan model ideal pluralisme ala Indonesia. Pancasila adalah hasil perpaduan dari keberhasilan para Bapak Pendiri yang berpandangan toleran dan terbuka dalam beragama dan perwujudan nilai-nilai kearifan lokal, adat, dan budaya warisan nenek moyang.

Sebagai ideologi negara, Pancasila seakan menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, dan juga bukan negara sekuler. Ia merupakan konsep ideal untuk menciptakan kerukunan aktif di mana anggota masyarakat bisa hidup rukun di atas kesepahaman pemikiran.

Alat Pemersatu
Indonesia merupakan Negara yang mayoritas beragama Islam, namun memang bukan murni negara sekuler. Namun demikian, untuk konteks negara mayoritas Muslim, Indonesia menjadi negara yang sangat ideal dalam kerukunan antarumat beragama karena memiliki satu falsafah hidup bernegara, yaitu Pancasila. Format seperti ini tidak dimiliki oleh Negara-negara Muslim lainnya.

Negara-negara Islam, seperti Arab Saudi, Iran, Yaman, Sudan, Pakistan, dan Banglades menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi negara; tidak mengakui keberadaan agama lain; non-Muslim menjadi warga negara kelas dua; syariat Islam sebagai hukum nasional, dan murtad dihukum mati melalui pemancungan.

Di Indonesia, Pancasila sebagai ideologi Negara dan enam agama resmi kedudukan warga negara tidak ditentukan oleh agama, hukum nasional yang berlaku dan murtad bukan tindak pidana. Dari perbandingan sepintas ini tampak bahwa Indonesia merupakan model negara Muslim pra execellence dalam kerukunan hidup antarumat beragama.

Potensi dan modal yang dimiliki Indonesia dalam menciptakan kerukunan hidup antarumat beragama harus dikelola dan dijaga dengan baik sehingga keragaman agama menjadi nilai yang hidup di tengah masyarakat. Hasil yang dapat dipetik sehingga umat minoritas dapat menikmati kenyamanan ekonomi, sosial, intelektual, dan spiritual dari umat mayoritas (Islam) tanpa lenyap sebagai minoritas.

Tekoyak Sesaat
Sayangnya, dalam satu dasawarsa belakangan ini, Pancasila sering disalahartikan, dipandang sebelah mata, dan terancam oleh ideologi-ideologi transnasional, baik yang berjubah agama maupun ekonomi. Lalu, siapa yang peduli terhadap Pancasila?

Benarlah kalimat dalam bahasa jawa yang berbunyi ”Rukun agawe sentosa” (kerukunan membuat keteguhan). Sungguh sangat memilukan kalau hari ini kita masih menemukan kenyataan keadaan negeri tercinta ini sangat jauh dari harapan dan impian para pendiri bangsa. Keadaan yang sangat kontradiksi dari cita-cita proklamasi dan kerinduan kusuma bangsa yang telah gugur.

Beberapa bagian dari negara ini telah terkoyak-koyak oleh sikap saling curiga, saling membenci sehingga berbuah pertikaian, pembunuhan teror dan dendam berkepanjangan. Hal ini bukan saja merusak tatanan hidup masyarakat hari ini, tetapi juga meletakkan dasar kehancuran bagi generasi penerus di waktu mendatang. Keadaan ini tidak boleh berlangsung terus. Bila keadaan ini berlarut-larut maka akan menggiring lebih banyak orang keluar dari koridor hukum dan etika kemanusiaan serta menciptakan nuansa hidup “homo homini lupus”. Kita harus hentikan.

Interaksi dengan kerukunan kehidupan
Sebagai bagian anak bangsa yang besar ini, kita harus mengambil langkah nyata guna mengembalikan bangsa ini kejalur yang benar dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tiga pokok pikiran sebagai solusi untuk memperkokoh kerukunan hidup beragama. Pertama, setiap lembaga agama di Indonesia perlu membangun diri menjadi lembaga agama yang inklusif dan dialogis. Pendekatan yang isolatif dan konfrontatif hanya menyebabkan agama kehilangan momen untuk menggarami dunia modern.

Goyahnya kerukunan akibat penggunaan kebebasan beragama yang dinilai kelewat batas. Begitu asyiknya umat menikmati kebebasan beragama hingga lupa meletakkannya dalam kerangka kesatuan dan persatuan bangsa. Contohkan, rumah ibadah yang menempati ruko-ruko apakah benar sebagai bukti dari kebebasan beragama yang kelewat batas ?.

Contoh konkrit, adanya rumah ibadah harus menempati ruko-ruko yaitu karena kesulitan membangun rumah ibadah. Ironisnya, dalam masyarakat Pancasila yang katanya begitu religius membangun rumah ibadah jauh lebih sulit daripada membangun panti pijat dan tempat pelacuran”, Menurutnya, negara itu memerlukan undang-undang untuk menjamin hak sipil untuk kebebasan beragama. Namun sayangnya UU tersebut belum pernah terlihat drafnya.

Untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama, sangat penting untuk memandang pranata kehidupan beragama yang meliputi pemuka agama, tempat ibadah, lembaga pendidikan keagamaan organisasi sosial keagamaan dan lain-lain.

Kerukunan hidup beragama tidak bergerak sendiri dan bergerak di ruang vakum. Kerukunan hidup beragama berinteraksi dengan kehidupan yang telah berlangsung termasuk kehidupan sosial dan politik, bahkan kebijakan politik yang boleh dikatakan sebagai faktor dominan.

Gerakan reformasi, telah mengubah kebijakan politik yang seragam menjadi plural. Sejak era reformasi pranata kehidupan beragama ikut cair dan masuk ke dalam kehidupan berpolitik. Namun kondisi inilah yang mengundang kerisauan para tokoh.

Banyak perkataan yang ditujukan kepada para tokoh tokoh agama seperti, katanya Kiai danPastur, Kiai dan Pastur Katanya, serta Kiai dan Pastur beneran. Hal ini bisa terjadi, karena para tokoh tokoh agama tersebut banyak yang terlena atau lupa diri bahwa dirinya sebagai figur publik yang menganutnya.