Kamis, 09 Oktober 2008

ALANGKAH INDAHNYA HIDUP DALAM KERUKUNAN

ALANGLAH INDAHNYA HIDUP DALAM KERUKUNAN

Oleh Rustomo


”Rukun” adalah kata yang sudah sangat akrab ditelinga kita. Kata ini diakui sebagai bagian integral dari budaya moral bangsa kita. Kita agungkan dan promosikan diantara bangsa-bangsa di dunia sebagai ciri dari bangsa Indonesia, “Bhineka Tunggal Ika”.


Sejarah mencatat, kerukunan juga bagian dari tiang penyangga kejayaan Majapahit pada abad 14 sehingga mampu mempersatukan Nusantara termasuk kalimantar Utara. Bahkan sampai jazirah Malaka kekuasaan kerajaan di pulau Jawa ini diakui.


Kendati para pejabat kerajaan memiliki keyakinan agama yang berbeda, namun mereka mampu berkonsolidasi membangun negara yang tangguh. Menurut manuskrip Cina Wang Taywan (Tahun.1369), Majapahit dikenal sebagai kerajaan yang berwilayah luas, rakyatnya hidup makmur, para pemeluk agama yang berbeda hidup berdampingan dengan harmonis.


Kejayaan dan kemegahan negeri ini ternyata gemanya sampai pulau-pulau dan negeri yang jauh. Dengan kerukunan ini pula para pejuang bangsa mampu mengusir penjajah hanya dengan senjata sederhana seperti bambu runcing parang dan golok sekalipun harus berhadapan dengan senjata modern Barat.

Kerukunan inilah yang menciptakan atmosfir sorga ditengah-tengah keluarga, masyarakat bangsa dan negara. Benarlah kalimat dalam bahasa jawa yang berbunyi : Rukun agawe sentosa (kerukunan membuat keteguhan).

Sungguh sangat memilukan kalau hari ini kita menemukan kenyataan keadaan negeri tercinta ini sangat jauh dari harapan dan impian para pendiri bangsa. Keadaan yang sangat kontradiksi dari cita-cita proklamasi dan kerinduan kusuma bangsa yang telah gugur.

Beberapa bagian dari negara ini telah terkoyak-koyak oleh sikap saling curiga, saling membenci sehingga berbuah pertikaian, pembunuhan teror dan dendam berkepanjangan. Hal ini bukan saja merusak tatanan hidup masyarakat hari ini, tetapi juga meletakkan dasar kehancuran bagi generasi penerus di waktu mendatang. Keadaan ini tidak boleh berlangsung terus.

Bila keadaan ini berlarut-larut maka akan menggiring lebih banyak orang keluar dari koridor hukum dan etika kemanusiaan serta menciptakan nuansa hidup “homo homini lupus”. Kita harus hentikan. Sebagai bagian komponen bangsa yang besar ini, kita harus mengambil langkah nyata guna mengembalikan bangsa ini kejalur yang benar.

Alangkah indahnya hidup rukun, Kalimat yang terdiri empat kata ini sangat manis terdengar, tetapi rasanya jauh dari jangkauan. Namun demikian kita bertekad untuk mewujudkan dan menterjemahkannya dalam perilaku secara benar. Mengaplikasikan dalam hidup ini secara kongkrit.

Sebab setiap kali kita merayakan hari besar yang dirayakan secara serimoniaal selalu disertai tema yang ditulis dengan huruf besar di belakang panggung dan mimbar atau dalam buku acara. Didalamnya memuat harapan dan ajakan. Tetapi setelah sekian banyak kita merayakan hari besar tersebut apakah yang kita peroleh melalui perayaan l dengan tema-tema indah tersebut ? Ironis sekali, walau peringatan hari besar yang kita rayakan diwarnai dengan tema, setumpuk pesan, tetapi, berlalu tanpa kesan. Tidak sedikit hari-hari perayaan datang tidak menambah dan pergi tidak mengurangi keimanan seseorang.

Semangat kerukunan sesungguhnya sebuah sebuah gelora pemulihan hubungan, tentunya didalamnya terdapat jiwa atau nafas kerukunan yang sejati. Kerukunan yang sejati, bahasa lain dari “kasih Sayang sesama” yang telah diterima dan diajarkan kepada umat beragama.
Sebagai anak Bangsa atau umat pilihan yang telah menerima berkat, seharusnya kita membagikan nafas dan jiwa kerukunan ini kepada semua manusia. Jadi kerukunan yang menciptakan perdamaian ini bukan sekedar karunia tetapi juga tanggung jawab. Kerukunan dengan orang lain bukan anugerah tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan, digumuli dan diwujudkan.

Sebagai anak Bangsa yang besar, harus menoreh kerukunan yang melukis perdamaian ditengah-tengah masyarakat yang majemuk ini. Tentu kerukunan dimulai dalam rumah tangga kita, melebar di lingkungan pekerjaan, antar sesama politisi serta antar sesama bangsa Indonesia yang majemuk dan yang sekarang kompleksitas masalahnya makin tinggi, yaitu dengan adanya krisis multidemensional atas bangsa ini. Kita tidak boleh hanya menantikan anugerah kerukunan tercipta tanpa usaha kita.

Meskipun dari dalam diri manusia pada umumnya dorongan egoisme, mau menang sendiri, melihat kepentingan sendiri tanpa melihat kepentingan bersama yang lebih besar. Dipihak lain kita dapati realitas adanya kekuatan-kekuatan yang berusaha mencabik-cabik keutuhan bangsa ini. Kerukunan ini menjadi tanggung jawab kita semua, tugas bersama, khususnya bagi anak-anak Bangsa.

Tetapi bagaimana ada kemakmuran tanpa kerukunan. Oleh sebab itu kerukunan harus merupakan jalan utama yang harus kita upayakan dengan seksama dan serius. Kerukunan harus dimulai dari tubuh kesadaran masyarakat, selanjutnya meluas sampai kepada semua komponen bangsa yang harus bahu membahu berkonsolidasi sinergi membangun untuk menjadi negara yang tangguh.

Tidak ada komentar: